Rabu, 09 November 2011

Mental Kemandirian

Seorang ibu tua membawa bawaan yang berat di punggungnya. Keringat tidak sekedar membasahi wajah dan sebagian badannya, sang ibu tua telah bermandi keringat.
Ibu-ibu tua seperti ini dapat sangat mudah dilihat di pasar-pasar. Pertanyaan yang kemudian diajukan adalah haruskan ia bekerja sekeras itu? Dimanakah putra-putri yang telah dibesarkannya?
Kabar gembiranya, tidak semua ibu tua bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, sejumlah ibu tua telah memiliki kekayaan yang lebih dari cukup. Lalu, apa yang dicari?
Demikianlah bila orang sudah merasakan asyiknya bekerja. Tak ingin diam, tak ingin kantongnya kosong, dan tak ingin berpangku tangan tanpa memberi sesuatu pada orang lain, adalah sejumlah motivasi kuat yang menggerakkan.
Demikianlah Rasulullah SAW memerintahkan umat ini,
“Sungguh seseorang di antara kalian membawa talinya, lalu memanggul kayu bakar di punggunya untuk dijual, agar terjaga kehormatannya, itu lebih baik ketimbang dirinya minta-minta kepada manusia, mereka memberi atau menolak untuk memberi.” (H.R. Bukhari)

Serendah atau sehina apapun suatu pekerjaan, dalam kacamata agama itu adalah pekerjaan yang baik. Karena pekerjaan adalah bukti keinginan terdalam seseorang untuk mewujudkan kemandirian dalam hidupnya. Rasanya malu menjadi beban orang lain. Sepahit apapun, lebih baik menjalani semua jalan hidup, ketimbang membuat orang kerepotan dengan dirinya.
Inilah karakter kemandirian yang perlu ditanamkan di setiap diri manusia. Dengan demikian, tentu bumi ini akan penuh kedamaian. Bagaimana tidak? Setiap manusia tidak ingin merepotkan orang lain, apalagi mencelakakan.
Benar, kemandirian adalah pintu menuju kedamaian dan kebaikan kehidupan. Apalagi, bila kemandirian dimaknai dengan bekerja sebaik-baiknya, tidak mengurangi sedikitpun kewajiban. Bahkan, bila bisa menambah kewajiban sebagai nilai plus.
Kemandirian juga bermakna tidak hanya bekerja di tempat-tempat yang penuh prestise saja. Yang penting, dirinya mandiri. Karena memaksakan diri bekerja di tempat yang prestise tanpa kemampuan bisa mendorong terjadinya hal-hal buruk. Memasukinya bisa dengan cara kotor, bekerjanya pun sangat tidak standar.
Setiap manusia diberikan potensi untuk hidup mandiri. Allah SWT tidak mungkin melewatkan satupun manusia. Hanya saja, tidak semua manusia memahami potensinya. Di sisi lain, pengembangan potensi ini terkadang memerlukan usaha keras yang luar biasa. Akan tetapi, tentu saja, Allah SWT telah menyediakan hasil yang manis baginya –bila tidak di dunia, Allah SWT menyediakannya di akherat nanti.
Tantangan terberat dalam kemandirian adalah tetap konsisten dalam situasi yang penuh ketidakpastian. Apalagi, bila ketidakpastian tersebut berpotensi mengancam kelangsungan hidup. Padahal, kesukesan menempuh ketidakpastian hidup akan mendorong lahirnya kekuatan spiritual dan emosional yang luar biasa.
Ah, jadi malu dengan ibu tua itu. Semoga kebaikan Allah SWT tercurah untuknya, amin.
(dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar