Selasa, 01 November 2011

Belajar Kehambaan dari Nabi Ibrahim AS

Teringat sebuah kisah dalam Al-Qur’an tentang Nabi Ibrahim alaihissalam. Betapa beliau dan istrinya masih belum mendapatkan momongan, padahal usia sudah mulai udzur. Dan ketika mereka mendapatkan kabar dari malaikat bahwa Allah SWT akan segera memberikan momongan, istrinya langsung kaget dan berkata, “(Aku adalah) perempuan yang mandul.”
Malaikat pun menjawab, “Demikianlah Tuhanmu telah berfirman (berkehendak).”
Bukannya tidak percaya bahwa Allah SWT bisa menurunkan keajaiban, tetapi beliau dan istrinya memiliki sifat sadar diri yang tinggi. Mereka merasa bukanlah orang yang istimewa; orang yang layak mendapatkan banyak kemudahan dari Allah SWT. Bahkan merasa rendah di hadapan Allah SWT.
Perasaan rendah diri ini, dalam ajaran agama, diistilahkan dengan tadharru’. Sebagaimana dapat dipahami dari kisah Nabi Ibrahim alaishissalam tersebut, tadharru’ menjadikan seorang hamba tidak berkeinginan macam-macam. Kalaupun ada, sederhana saja, hanya ingin mengabdi dengan baik. Apabila kemudian ada hajat, disampaikanlah hajat itu dengan bahasa permohonan yang sangat halus, serta tidak ada kata bosan untuk terus berhenti berdoa hingga permohonannya diterima. Ini dapat dilihat Nabi Zakariya alaihissalam yang doanya terekam dalam Al-Qur’an,
“Zakariya berdoa, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban. Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesunguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku  adalah seorang yang mandul. Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisi aku dan sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (Q.S. Maryam: 4-6)

Akhlak orang-orang mulia ini menjadi inspirasi hidup yang sangat penting. Betapa sebagai hamba, manusia perlu untuk memiliki dan merasakan kerendahdirian di hadapan Allah SWT.
Apabila perasaan rendah diri dan kehambaan ini tidaklah dimiliki seorang manusia, bisa jadi, pada titik ekstrem, manusia menghujat Allah SWT. Hujatannya luar biasa, dari Allah SWT tidak adil sampai Allah SWT tidak memiliki pengetahuan sedikitpun.
Fenomena menghujat Allah SWT sudah mulai meningkat jumlahnya. Paling tidak, mulai terasa peningkatan jumlah orang yang depresi, tertekan karena tidak siap menghadapi cobaan hidup yang dikirim oleh-Nya.
Tidak mudah memang menghadapi berbagai cobaan hidup yang dikirim oleh-Nya. Dan semakin tidak mudah bila manusia mengingkari kehambaan dirinya. Sekuat apapun manusia memberontak pada ketentuan Allah SWT, tetap saja tidak akan mampu merubah kenyataan bahwa dirinya sangat lemah di hadapan Allah SWT.
Hanya satu jalan keluar dari lilitan cobaan hidup yang terasa berat: mengakui kehambaan diri, sekaligus berdoa kepada-Nya dengan penuh kerendahan diri, seperti doa Rasulullah SAW, “Ya Tuhanku, apapun yang Engkau bebankan, asalkan Engkau ridha, tidaklah mengapa bagiku.”
Wallahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

1 komentar:

  1. Selamat semoga TPA sabrul jamil bisa merasa nyaman bahagia bagi anak-anak dan berkembang yang diharapkan oleh masyarakat semua Amin. Salam dari Bunda untuk anak-anakku yang kusayangi.

    BalasHapus