Senin, 21 November 2011

Mengenali Konflik Intrapersonal

Konflik bisa dibedakan menjadi beberapa jenis. Pertama, konflik intrapersonal, konflik yang terjadi di dalam diri seseorang. Istilah sehari-harinya, konflik batin. Kedua, konflik interpersonal, konflik yang terjadi antardua orang atau lebih. Ketiga, konflik antarkelompok, konflik yang terjadi antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Soliditas, solidaritas, dan juga kohesi kelompok sangat kuat. Ini dilakukan untuk menandingin superioritas kelompok lain.
Konflik intrapersonal merupakan satu konflik yang sangat perlu diwaspadai. Pertama, penyebabnya bisa beraneka ragam. Yang ringan, contohnya kehilangan kaos kaki kesayangan. Adapun yang berat, contohnya tidak dapat memenuhi target pribadi, padahal seluruh upaya telah dikerahkan. Kedua, gejala-gejala konflik intrapersonal sangat halus. Banyak orang tidak menyadarinya. Terutama, gejala ringan. Banyak orang terkaget-kaget manakala tingkat konflik intrapersonal sudah sedemikian parah. Ketiga, banyak orang mengabaikan gejala konflik intrapersonal pada teman atau saudaranya. Alhasil, ketika mereka menemukan orang terdekatnya mengalami konflik intrapersonal yang hebat, meraka sangat menyesal.
Dengan demikian, setiap orang dianjurkan memiliki pengetahuan tentang gejala-gejala konflik intrapersonal. Paling tidak, setiap orang perlu memastikan bahwa dirinya selalu memiliki pandangan hidup ke depan, sekaligus keterikatan dengannya. Tanpa itu, setiap orang dimungkinkan mengalami masa-masa hampa, tidak tahu jalan hidup yang ditempuh.
Dalam pandangan psikologi modern, kehampaan membuat manusia tidak dapat berhubungan dengan kehidupan luarnya. Bisa jadi, seseorang sadar ia ada di mana, tapi dia sangat enggan untuk melakukan kontak dengan lingkungan sekitarnya. Ia terisolasi. bila ini terjadi dalam waktu lama, maka dimungkinkan ada halunisasi buruk berdaya dorong kuat. Akibatnya, sangat fatal.
Sementara itu, psikologi Islam memandang kehampaan membuat manusia mudah disusupi setan. Akibatnya, hatinya menjadi was-was, penuh guncangan. Kemudian, yang terjadi bisa jadi histeria (karena kesurupan), ataupun tindakan-tindakan buruk di luar akal sehat.
Yang tidak kalah penting adalah sikap realistis. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemaksaan di luar kesanggupan akan menimbulkan citra buruk pada diri sendiri. Contoh citra buruk adalah tidak kompeten. Bila sudah tidak percaya pada diri sendiri, kepada siapa lagi?
Lingkungan yang nyaman merupakan satu kunci pencegahan konflik intrapersonal. Apabila selalu lingkungan menuntut kesempurnaan, maka konflik intrapersonal mudah sekali muncul. Karena manusia memiliki tabiat untuk salah, sekecil apapun, kapanpun, dan di manapun.
Lingkungan yang penuh toleransi dan suportif dapat dikatakan sebagai lingkungan yang baik. Di lingkungan ini, setiap orang diberi ruang untuk berbuat salah dan menjadikan kesalahan sebagai pengalaman pembelajaran. Ada juga waktu yang realistis dalam penyelesaian masalah. Prinsip pentahapan sangat diperhatikan.
Studi tentang lingkungan toleransi dan suportif cukup diperhatikan akhir-akhir ini, baik di lingkungan pendidikan maupun kerja. Hal ini dilandasi oleh keprihatian terhadap tingginya angka konflik intrapersonal.
Beberapa perusahaan dan organisasi sudah menerapkan sejumlah hasil studi tersebut. Hasilnya, angka turn-over karyawan relatif lebih rendah. Wallahu a’lam (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar