Minggu, 27 November 2011

Lebih Aktif-Produktif Paska Menikah

Ada orang yang takut dengan pernikahan. Ia menganggap pernikahan sebagai penghambat aktivitas produktif. Sebagian orang menikah, tapi menunda memiliki anak. Landasan pemikirannya dapat dikatakan sama.
Kita tidak ingin menghakimi landasan pemikiran ini. Yang kita inginkan adalah mencari gambaran pernikahan yang realistis dan baik. Sehingga, pernikahan tidak disudutkan. Hal ini dikarenakan pernikahan adalah salah satu ajaran agama. Apabila pernikahan dipersalahkan, maka Allah SWT juga dipersalahkan, karena Allah SWT-lah yang memerintahkan adanya pernikahan.
Pertama, marilah kita membahas kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Salah satunya adalah kebutuhan berpasangan. Dengan berpasangan, kebutuhan biologis dan psikologis dapat terpenuhi sekaligus. Hasrat seksualnya terpenuhi, demikian pula hasrat mencinta-dicinta.
Selain memenuhi kedua kebutuhan itu, berpasangan memenuhi kebutuhan manusia untuk menyambung jembatan generasi. Dari berpasangan inilah, anak keturunan dihasilkan. Tanpa berpasangan, manusia akan punah.
Kedua, kita membahas manajemen waktu. Ada dua orang, waktu mereka sama, tapi hasil kegiatan keduanya berbeda. Mengapa demikian? Ada efektivitas penggunaan waktu yang berbeda. Yang satu menggunakan waktu sedemikian rupa. Ada sistematika kerja yang benar-benar tertata sekaligus disiplin yang kuat. Adapun yang lain, fokus pengelolaan waktunya mungkin belum baik.
Ketiga, faktor pemikiran kita tentang pasangan. Sebagian orang menganggap pasangannya tidak lebih sekedar pelengkap hidup. Sebagian lainnya menganggap pasangannya sebagai ayah / ibu dari anak-anaknya. Sebagian lagi menganggap pasangannya sebagai pelayannya. Sementara sebagian orang menganggap pasangannya sebagai mitra menuju kebaikan.
Kita tidak ingin membahas –atau bahkan menghakimi- berbagai cara pandang tersebut. Kita hanya perlu merasakan, betapa bahagianya bila kita dan pasangan dapat terus berkembang. Berkembang di aspek apa saja? Kita dan pasangan berkembang di semua aspek. Kita dan pasangan semakin religius, sabar, stabil, cerdas, kaya, profesional, dan sehat.
Satu hal lagi, kita tentu bahagia apabila kita dan pasangan dapat berpartisipasi di masyarakat. Tentu saja, kita dan pasangan tidak melupakan keluarga. Yang kita maksudkan adalah seluruh keluarga memberikan partisipasinya ke masyarakat. Ini diawali kita dan pasangan, baru anak-anak kita.
Dengan demikian, kita berharap tidak ada lagi pandangan miring terhadap pernikahan. Kita berharap pernikahan menjadi pijakan yang suportif –memberikan dukungan positif terhadap kehidupan manusia. Kita berharap pernikahan tidak hanya mampu meneruskan generasi manusia, tapi juga meneruskan tradisi pengabdian. Setelah menikah, setiap orang mengabdikan diri untuk membantu pasangannya beramal sholeh. Sehingga, terciptalah pasangan suportif, dan peradaban indah akan segera lahir dari pernikahan. Wallahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar