Kamis, 03 November 2011

Jaga Hati, Jaga Hidup

Kita pasti membersihkan badan kita setiap hari. Paling tidak, kita mandi. Beberapa orang terkadang masih menambahkan dengan kegiatan lainnya. Ada keramas, bersih-bersih kuku, dan lubang telinga.
Kita juga pasti hafal dan paham apa saja yang bisa kita lakukan untuk menjaga kebersihan badan. Misalnya, kita mencuci tangan setelah memegang benda-benda yang kotor.
Demikian pula, kita pasti telah berupaya membersihkan hati kita dari berbagai kotoran dan penyakit hati. Shalat lima waktu pasti telah kita kerjakan dengan baik. Berdoa pasti tidak tertinggal. Begitu pula dengan sejumlah amalan sunnah, seperti shalat dhuha dan shalat malam.
Memang benar, menjaga kebersihan badan dan hati adalah kegiatan yang seharusnya kita lakukan setiap hari. Bila tidak, penyakit mudah sekali tumbuh dan berkembang.
Bila penyakit badan yang tumbuh, obatnya insya Allah sudah tersedia banyak. Selain itu, sebagian besar penyakit badan dapat diobati dari luar tubuh manusia.
Hal ini berbeda dengan penyakit hati. Obatnya harus dari dalam diri manusia itu sendiri. Tidak ada jual beli obat penyakit hati.
Awal obat hati adalah kesadaran manusia bahwa dirinya sedang berpenyakit hati. Inilah awal penting. Ibarat membuat bangunan, kesadaran adalah fondasinya.
Sementara itu, kesadaran dibangun oleh pengetahuan dan pemahaman yang benar akan gejala-gejala penyakit hati. Penyakit hati yang bernama iri dengki, misalnya, memiliki gejala-gejala suka menggunjing orang lain, membesar-besarkan kesalahan orang lain, ingin dirinya selalu dianggap sempurna oleh orang lain, dan tidak terima bila disampaikan kekurangan yang ada pada dirinya.
Gejala-gejala untuk penyakit hati bernama su’uzhan (buruk sangka), sebagai contoh berikutnya, adalah suka sekali mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain, menggunakan informasi yang sedikit untuk mengambil kesimpulan, tidak berkeinginan untuk melakukan konfirmasi, serta cenderung menuduh.
Sejauh mana ilmu kita tentang penyakit-penyakit hati? Tentu saja, masing-masing kita yang bisa menjawab. Yang paling penting adalah memahami gejala-gejala umum penyakit hati, yakni perasaan tidak bahagia, aman, dan nyaman. Kita juga merasakan beban yang sangat berat dalam dada, yang terkadang membuat kita ingin berteriak.
Gejala umum sakit hati lainnya suka membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Bisa jadi, kita membandingkan fisik, harta, maupun kondisi mentalitas kita. Dalam hal banding-membanding ini, kita cenderung menyikapi negatif. Hampir tidak ada rasa syukur. Hal ini persis dengan yang disampaikan setan kepada Allah SWT,
“Dan Engkau (Allah) tidak akan menjumpai kebanyakan mereka (manusia) bersyukur (kepada-Mu).” (Q.S. Al-A’raf: 17)

Apa bahaya sakit hati? Ya, dapat dikatakan kualitas hidup manusia tergantung pada kualitas hatinya. Semakin sehat hatinya, semakin sehat pula hidupnya. Sebaliknya, semakin buruk, semakin buruk pula hidupnya. Rasulullah SAW bersabda,
“Ingatlah, dalam jasad manusia, terdapat segumpal daging. Jika itu baik, baiklah seluruh jasadnya. Dan jika itu buruk, buruklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, itu adalah hati.” (H.R. Bukhari Muslim)

Ketika kesadaran telah tumbuh, apa yang harus kita lakukan? Tentu saja, beristighfar adalah langkah lanjut setelah kesadaran tumbuh. Karena istighfar akan membuka pintu pengampunan Allah SWT, lalu berlanjut dengan terbukanya pintu kasih sayang-Nya.
Istighfar juga bukan masalah sepele. Istighfar adalah wujud kesadaran kita bahwa Allah SWT adalah Yang Maha Agung dan Mulia, sementara kita adalah yang penuh dengan kesalahan dan kekurangan.
Istighfar juga dapat dikatakan sebagai pengakuan diri yang penuh kejujuran. Sementara itu, dalam ilmu psikologi terapan, pengakuan diri yang penuh kejujuran adalah langkah awal untuk eksplorasi diri yang mendalam, guna mendapat pembenahan lebih lanjut.
Nah, sehatkah hati kita? Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar