Selasa, 07 Februari 2012

Saat Kita Diragukan


Anak itu berbadan gemuk. Kegemukannya semakin kentara dengan tinggi badan yang relatif pendek. Sehingga, secara umum, fisiknya dapat dikatakan tidak menarik.
Dalam berbagai kompetisi, banyak teman-temannya yang ragu akan kemampuannya. Mereka menganggap orang gemuk lamban, tumpul, dan hanya memikirkan makanan. Lebih parah lagi, ada anggapan bahwa fisik menarik adalah nilai tambah. Dengan demikian, bisa jadi dirinya dikalahkan hanya karena pesaingnya berfisik menarik.
Gambaran di atas mungkin sangatlah ekstrem. Akan tetapi, fakta bahwa orang gemuk banyak diragukan masih berlaku sampai sekarang. Berbagai cerita dan film masih menampilkan orang gemuk dengan citra sebagaimana disebutkan. Apalagi, bila cerita atau film itu bergenre komedi.
Kita patut bertanya, tanpa membela orang-orang gemuk, apa yang kita rasakan ketika diragukan? Apakah kita merasakan kenyamanan?
Benar sekali, tanpa tubuh gemuk pun, kita sering merasa diragukan oleh orang lain. Ada saja penyebabnya. Kita mungkin pernah gagal dalam mencapai target pekerjaan, dianggap lemah dalam hal komunikasi, ataupun kelemahan-kelemahan lain yang secara esensial tidak berhubungan sama sekali dengan pekerjaan.
Dalam situasi diragukan ini, apa yang sering kita lakukan? Mungkinkah di antara kita ada yang marah? Mungkinkah di antara kita ada yang frustrasi? Atau, mungkinkah di antara kita ada yang berbesar hati menerima kenyataan sambil memaafkan semua pihak –termasuk diri sendiri?
Kita semuanya sepakat bahwa berbesar hati bukanlah hal yang mudah. Di sisi lain, kita pun sepakat bahwa berbesar hati bukanlah hal yang mustahil. Kita bisa mengusahakannya, dengan syarat ada kemauan dan ketegaran yang kuat.
Kita mengakui bahwa tangis bisa saja mengiringi. Ini manusiawi. Sementara itu, sebagian orang menumpahkan tangisnya di atas sajadah, di antara doa-doa yang terucap pasrah.
Membangun kekuatan jiwa di situasi seperti ini sangatlah penting. Ini akan menjadi benteng diri dari pikiran-pikiran buruk yang lahir dalam hati atas bisikan setan, dan juga perkataan-perkataan negatif yang lahir dari orang-orang yang sedang didera pikiran ataupun perasaan buruk.
Kekuatan jiwa juga menjadi landasan usaha. Sehingga, kita tetap konsisten di atas jalan yang telah kita rintis sebelumnya. Bilapun jalan itu sempat rusak, perjalanan tidak akan terhenti. Jalan diperbaiki kembali, selanjutnya dikokohkan guna memperlancar perjalanan di kemudian hari.
Orang-orang yang diragukan dalam lintasan sejarah tidaklah terhitung jumlahnya. Sebagian mereka menunjukkan hasil yang cemerlang di atas konsistensinya. Tinggal kita di sini, memilih di antara dua jalan: murka ataukah tetap bersahaja?
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar