Cerahnya matahari tidak selalu mengawali hari kita,
bukan? Mendung dan hujanlah yang terkadang menutupinya. Apalagi, bila hujan
dalam kondisi deras. Langit akan berwarna gelap, hampir segelap malam.
Dalam kondisi seperti itu, seperti apakah hati
kita? Adakah kita merasakan jengkel yang luar biasa? Ataukah kita tetap biasa?
Kita memang selalu berharap -dan juga diharapkan
orang lain- untuk selalu positif. Minimal, kita masih dapat tersenyum. Sehingga,
kita masih dapat mencari cara untuk menikmati hidup kita sepanjang hari itu.
Kita mungkin memiliki banyak alasan untuk cemberut.
Hujan deras, jalanan licin, sedikit basah, pandangan terbatas, dan hawa dingin
merupakan beberapa contohnya. Ini diperparah dengan situasi yang mungkin akan
kita hadapi di tempat kerja, seperti terlambat, tidak nyaman bekerja dengan baju
basah, hingga kemungkinan mati listrik –yang otomatis akan sedikit banyak
menghambat pekerjaan.
Dalam hal ini, kita memiliki satu pembenaran. Ya, kita
adalah manusia. Sebagai manusia, tentu ada keinginan-keinginan yang ingin kita
capai secara sempurna. Kita menginginkan matahari yang cerah, kendaraan yang
berjalan lancar, hingga jalanan yang cukup lengang.
Di sisi lain, kita memiliki satu negasi. Kita adalah
hamba Allah Ta’ala. Sebagai hamba, kita tentu perlu bersyukur dalam setiap
kondisi. Ini dikarenakan kita yakin bahwa segala sesuatu yang telah
ditetapkan-Nya adalah hal baik. Bila terlihat buruk, maka hal itu belum
dipahami secara benar. Seiring waktu, dengan tetap mempertahankan rasa syukur, kita
mungkin akan menemukan makna positifnya.
Dalam tarikan dua sisi inilah, kita perlu cerdas
mengolah sikap dan hidup kita. Dua sisi yang berbeda tidak selalu bermakna
bertentangan, bukan?
Allah Ta’ala tentu memiliki hikmah yang mendalam
dalam segala hal, termasuk dalam pengolahan dua sisi manusia ini. Minimal, kita
memahami bahwa sisi manusiawi mendorong kita untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara
itu, sisi kehambaan mendorong kita untuk menjaga batas-batas dalam pemenuhan
berbagai kebutuhan hidup.
Dengan demikian, bila kita cerdas mengolah dua sisi
ini, kita akan mampu terus memenuhi kebutuhan hidup kita dalam jalan yang baik
dan benar. Kita akan terbebas dari berbagai perasaan bersalah yang kerapkali
tumbuh manakala kesalahan kita perbuat. Muaranya, kita dapat merasakan
kebahagiaan yang penuh makna –sebuah kebahagiaan yang benar-benar tumbuh dari
dalam, dan akan selalu mendorong kita untuk memiliki sebuah alasan positif terhadap
apapun yang kita lakukan.
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar