Jumat, 03 Februari 2012

Hidup 'Sebatas Kemampuan'


Wajah perempuan itu, hari-hari ini, nampak lebih kusut. Raut wajahnya menggambarkan beban yang teramat berat. Entah apa penyebabnya, tetapi sesuatu telah benar-benar membebaninya.
Teman-temannya hanya bisa menebak penyebab masalahnya. Mereka beranggapan bahwa ada masalah keluarga yang berat –bahkan sangat berat, menurut sebagiannya. Sehingga, tanpa disadari, wajahnya terlihat kusut dalam waktu yang lama.
Akhirnya, masalahnya pun terungkap. Anggapan teman-temannya tidaklah salah. Sebuah masalah keluarga yang benar-benar berat telah terjadi. Bila tidak segera diselesaikan, perceraian bisa saja terjadi.
Masalahnya bertambah berat karena beban malunya yang tinggi terhadap teman-temannya. Hal ini dikarenakan ia termasuk salah satu pucuk pimpinan di tempatnya bekerja, dan ia merasa belum mampu mengelola masalah keluarga sehingga mengimbas pada kinerjanya. Ia merasa harus mampu memberi contoh yang baik, tapi gagal.
Memang, beban status tidaklah mudah ditanggung. Apalagi, status tersebut lahir dari status jabatan. Tuntutan keteladanan melekat pada diri pemiliknya. Sekali saja, tuntutan keteladanan gagal dijalankan, beban malu yang ditanggung dapat berlangsung lama.
Meskipun demikian, beban malu dapat dicegah atau diminimalisir. Salah satu caranya adalah mengurangi tuntutan atau target terhadap diri kita sendiri maupun orang lain. Karena hal ini dapat menjadi bumerang. Tidak mungkin mengharapkan sesuatu dari pihak lain, tanpa ada tuntutan balik.
Pada diri kita sendiri, ketika kita membebankan target-target tertentu, maka akan ada pengorbanan yang musti dibayar. Bila kita mampu membayarnya, tentulah tidak menjadi masalah. Akan tetapi, terkadang kita tidak mampu melakukannya.
Adapun pada orang lain, tuntutan balik bisa lebih berat. Hal ini dikarenakan tuntutan dipersepsi sebagai desakan eksternal. Sementara desakan eksternal, sedikit banyak, memberikan ketidaknyamanan. Apalagi, bila hati sedang sempit.
Dengan demikian, ada baiknya melepaskan berbagai tuntutan ataupun target. Sebagai gantinya, setiap orang dapat bersyukur dengan berbagai keadaan yang ada. Wujudnya adalah berusaha bekerja dan menyelesaikan berbagai masalah sesuai kemampuan yang ada.
Sekilas, pernyataan di atas sangat mirip dengan pembelaan orang yang gagal mencapai standar hidup yang tinggi. Akan tetapi, ini tidaklah menjadi masalah bagi orang yang telah menikmati kehidupan dengan konsep hidup ‘sebatas kemampuan’. Lagipula, penikmat konsep hidup tersebut tidak mempedulikan komentar-komentar yang kosong. Mereka hanya mempedulikan komentar atau ungkapan yang penuh makna, sehingga hidup terasa semakin kaya.
Guna memperjelas, ada penjelasan sebagai berikut. Penikmat konsep hidup ‘sebatas kemampuan’ tidak akan berhenti bekerja ketika kebutuhan hari itu tercukupi. Bila masih ada waktu dan tenaga yang memungkinkan, ia akan terus bekerja menghasilkan uang. Sehingga, rasa syukurnya nanti akan bertambah besar.
Adapun bila hari telah senja dan tenaga sudah terkuras habis, ia memasrahkan segalanya pada Allah SWT. Ia telah berusaha sekuatnya. Mungkin, hari ini, Allah SWT sedang memberikan cobaan yang cukup berat kepadanya. Ia hanya berharap Allah SWT memberikan keteguhan hati dalam cobaan ini.
Inti dari konsep ‘sebatas kemampuan’ adalah keseimbangan. Tuntutan kehidupan spiritual, individual, sosial, maupun finansial, semuanya berusaha dipenuhi. Karena ia yakin, setiap aspek kehidupan memiliki tuntutan dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Sekali ia mengabaikan hal itu, maka seluruh kehidupannya akan terganggu.
Maka, kita bisa berhenti sejenak dan merenung. Ke depan, konsep hidup apakah yang akan kita jalani sepenuh keyakinan?
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar