Wajah
perempuan itu, hari-hari ini, nampak lebih kusut. Raut wajahnya menggambarkan
beban yang teramat berat. Entah apa penyebabnya, tetapi sesuatu telah
benar-benar membebaninya.
Teman-temannya
hanya bisa menebak penyebab masalahnya. Mereka beranggapan bahwa ada masalah
keluarga yang berat –bahkan sangat berat, menurut sebagiannya. Sehingga, tanpa
disadari, wajahnya terlihat kusut dalam waktu yang lama.
Akhirnya,
masalahnya pun terungkap. Anggapan teman-temannya tidaklah salah. Sebuah
masalah keluarga yang benar-benar berat telah terjadi. Bila tidak segera
diselesaikan, perceraian bisa saja terjadi.
Masalahnya
bertambah berat karena beban malunya yang tinggi terhadap teman-temannya. Hal
ini dikarenakan ia termasuk salah satu pucuk pimpinan di tempatnya bekerja, dan
ia merasa belum mampu mengelola masalah keluarga sehingga mengimbas pada
kinerjanya. Ia merasa harus mampu memberi contoh yang baik, tapi gagal.
Memang,
beban status tidaklah mudah ditanggung. Apalagi, status tersebut lahir dari
status jabatan. Tuntutan keteladanan melekat pada diri pemiliknya. Sekali saja,
tuntutan keteladanan gagal dijalankan, beban malu yang ditanggung dapat
berlangsung lama.
Meskipun
demikian, beban malu dapat dicegah atau diminimalisir. Salah satu caranya
adalah mengurangi tuntutan atau target terhadap diri kita sendiri maupun orang
lain. Karena hal ini dapat menjadi bumerang. Tidak mungkin mengharapkan sesuatu
dari pihak lain, tanpa ada tuntutan balik.
Pada
diri kita sendiri, ketika kita membebankan target-target tertentu, maka akan
ada pengorbanan yang musti dibayar. Bila kita mampu membayarnya, tentulah tidak
menjadi masalah. Akan tetapi, terkadang kita tidak mampu melakukannya.
Adapun
pada orang lain, tuntutan balik bisa lebih berat. Hal ini dikarenakan tuntutan
dipersepsi sebagai desakan eksternal. Sementara desakan eksternal, sedikit
banyak, memberikan ketidaknyamanan. Apalagi, bila hati sedang sempit.
Dengan
demikian, ada baiknya melepaskan berbagai tuntutan ataupun target. Sebagai
gantinya, setiap orang dapat bersyukur dengan berbagai keadaan yang ada.
Wujudnya adalah berusaha bekerja dan menyelesaikan berbagai masalah sesuai
kemampuan yang ada.
Sekilas,
pernyataan di atas sangat mirip dengan pembelaan orang yang gagal mencapai
standar hidup yang tinggi. Akan tetapi, ini tidaklah menjadi masalah bagi orang
yang telah menikmati kehidupan dengan konsep hidup ‘sebatas kemampuan’.
Lagipula, penikmat konsep hidup tersebut tidak mempedulikan komentar-komentar
yang kosong. Mereka hanya mempedulikan komentar atau ungkapan yang penuh makna,
sehingga hidup terasa semakin kaya.
Guna
memperjelas, ada penjelasan sebagai berikut. Penikmat konsep hidup ‘sebatas
kemampuan’ tidak akan berhenti bekerja ketika kebutuhan hari itu tercukupi.
Bila masih ada waktu dan tenaga yang memungkinkan, ia akan terus bekerja
menghasilkan uang. Sehingga, rasa syukurnya nanti akan bertambah besar.
Adapun
bila hari telah senja dan tenaga sudah terkuras habis, ia memasrahkan segalanya
pada Allah SWT. Ia telah berusaha sekuatnya. Mungkin, hari ini, Allah SWT
sedang memberikan cobaan yang cukup berat kepadanya. Ia hanya berharap Allah
SWT memberikan keteguhan hati dalam cobaan ini.
Inti
dari konsep ‘sebatas kemampuan’ adalah keseimbangan. Tuntutan kehidupan
spiritual, individual, sosial, maupun finansial, semuanya berusaha dipenuhi.
Karena ia yakin, setiap aspek kehidupan memiliki tuntutan dan kewajiban yang
dibebankan kepadanya. Sekali ia mengabaikan hal itu, maka seluruh kehidupannya
akan terganggu.
Maka,
kita bisa berhenti sejenak dan merenung. Ke depan, konsep hidup apakah yang
akan kita jalani sepenuh keyakinan?
Wallaahu
a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar