Ternyata, usul teman kita memiliki sejumlah
kekurangan dan kelemahan. Hampir tidak ada orang yang menyadarinya. Hanya kita
yang menyadarinya.
Apa yang akan kita lakukan dalam posisi seperti
ini? Menegurnya terbuka atau tertutup?
Sebuah pendapat dikemukakan Imam Syafi’i
rahimahullah. Beliau berpendapat bahwa sebaiknya nasehat disampaikan secara
tertutup. Hal ini dilakukan guna menghindari sakit hati.
Sebagian kita mungkin berpendapat sama dengan
beliau. Sebagian lainnya mungkin berpendapat bahwa memberi masukan secara
tertutup merupakan hal baik. Akan tetapi, bila tidak memungkinkan, kita akan
menyampaikan masukan secara terbuka. Yang penting, kita melakukan dengan cara
sebaik-baiknya.
Dalam sikap kritis, memang diperlukan rasa sayang.
Bahkan, jika bisa, rasa sayang itu merupakan rasa sayang yang tebal, dalam, dan
kuat. Mengapa? Ada dua jawaban. Pertama, saran, masukan, dan kritik merupakan
perwujudan rasa sayang. Sehingga, tanpa sayang, masukan dan sebagainya dapat
menimbulkan rasa marah. Kedua, rasa sayang dapat membantu kita dalam mengatur
diri, sehingga cara kita menyampaikan masukan dan sejenisnya diterima dengan
baik.
Apa yang terjadi bila yang berkembang hanya salah satu saja? Ketidakseimbangan dapat terjadi. Bukankah sikap kritis
cenderung menyingkap, sementara sikap sayang cenderung menutup?
Kita tahu bahwa sikap kritis, selain menjadikan seseorang jeli mengamati
setiap fenomena, juga mendorong seseorang menyampaikan hasil
pengamatannya. Sehingga, orang yang kritis cenderung blak-blakan. Apapun yang
dianggapnya perlu ditanggapi, semuanya disampaikan.
Sementara rasa sayang, selain cenderung menyetujui apapun
yang diusulkan atau diperlihatkan, juga cenderung menutupi segala
keburukan. Sehingga, tidak ada sedikitpun keburukan yang bocor ke telinga atau
pandangan orang lain. Orang yang disayangi harus ditampilkan sebaik mungkin.
Guna mengembangkan kedua hal ini bersamaan, ada
beberapa jalan yang bisa ditempuh. Pertama, kita perlu mengembangkan pemikiran
yang terpadu, yakni bahwa segala sesuatu yang baik pasti bisa bersatu dan
bersinergi untuk kebaikan yang lebih tinggi. Kedua, kita perlu mengembangkan
pemikiran bahwa setiap orang memiliki kecenderungan yang berbeda-beda. Ada
orang yang cenderung halus, biasa-biasa saja, ataupun blak-blakan. Setiap orang
memerlukan interaksi yang berbeda. Ketiga, bahwa akherat adalah tujuan utama.
Sehingga, sikap atau rasa apapun yang kita kembangkan sangat perlu ditujukan ke
akherat. Bila ada pertentangan antara sikap atau rasa tersebut atas dengan
akherat, maka semuanya perlu ditinjau kembali: diluruskan atau diolah kembali.
Inilah salah satu keterpaduan dan keseimbangan
hidup. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita kemudahan dalam mencapainya,
amin.
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar