Selasa, 14 Februari 2012

Mewariskan Kemandirian dan Ketegaran Hidup


Mereka dulu kaya, kini jauh berubah. Mereka dulu terbiasa hidup mewah, kini hidup dalam keprihatian. Yang lebih memberatkan adalah penyakit berat yang menggerogoti tubuh salah seorang anggota keluarga.
Perubahan yang terjadi, sebenarnya, tidak langsung drastis. Setahap demi setahap, perubahan itu terjadi. Setiap orang yang memiliki kepekaan dapat merasakannya.
Tahapan pertama adalah berkurangnya kapasitas bisnis sang ayah. Omset bisnis yang tadinya bernilai puluhan juta perbulan, saat itu sudah mulai menurun hingga jutaan saja. Bahkan, lama kelamaan, semakin menipis.
Tahapan kedua adalah bekerjanya anak-anak keluarga itu di berbagai sektor. Akan tetapi, anak-anak itu bekerja tanpa rintisan karier. Keluar-masuk pekerjaan merupakan berita yang sering terdengar dari anak-anak itu.
Tahapan ketiga adalah wafatnya sang ayah. Ini merupakan momentum penutup. Hampir tidak ada harta warisan tersisa, sementara kemandirian karir anak-anak dalam keluarga itu pun belum terbentuk. Kepiluan, perasaan inilah yang terasa diwariskan.
Mengapa ini semua terjadi? Kebanyakan kita pasti sudah tahu jawabannya. Karena fenomena semacam ini sangat sering terjadi di masyarakat. Anak-anak dimanjakan, dihindarkan dari tanggung jawab dan kepahitan hidup, sekaligus dibuat bergantung sepenuhnya pada orang tua. Mereka hampir tidak pernah belajar kemandirian. Sehingga, mereka, di kala dewasa, tergagap. Hasilnya, mereka tak mampu meraih apa yang telah diraih oleh orang tua mereka.
Hal inilah yang sangat penting untuk direnungkan. Kemandirian dan ketegaran menjalani hidup merupakan dua hal yang sangat penting untuk diajarkan serta dilatihkan kepada anak-anak. Mereka perlu memahami bahwa kehidupan mereka adalah tanggung jawab mereka. Bila ada bantuan dari orang lain, itu bukanlah sesuatu yang permanen. Pada suatu saat, bila bantuan itu tidak diberikan, mereka tidak bisa bersikap negatif. Mereka harus tetap menyelesaikan segala sesuatu yang menjadi tugas mereka.
Memang, anak-anak perlu waktu yang panjang dan bantuan yang besar dari orang tua untuk menjadi mandiri dan tegar. Ini berarti orang tua perlu terus membantu, sembari perlahan-lahan melepas bantuan tersebut. Dengan demikian, secara bertahap kemandirian dan ketegaran anak-anak dapat tumbuh dengan baik. Anak-anak pun tidak merasakan perubahan yang ekstrem dalam kehidupan mereka. Insya Allah, kehidupan emosional mereka pun terjaga –bahkan berkembang dengan sangat baik.
Dapat dikatakan, orang tua adalah profesi yang paling berat di dunia ini. Visi yang kuat, pengendalian emosi yang baik, serta pengetahuan yang terus bertambah, merupakan syarat mutlak. Ketiganya bukanlah hal yang mudah. Apalagi, kesibukan kerja dan karir sering mempersempit kesempatan menambah bekal sebagai orang tua.
Di titik inilah, setiap orang tua perlu berhenti sejenak, sembari bertanya, “Mampukah setiap anggota keluarga terus berkembang dengan penuh kemandirian, sepanjang mereka hidup, sepanjang mereka berkemampuan?”
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar