Seringkali, bisikan dalam hati kita berhembus begitu
samar. Sehingga, kita membiarkannya. Lama kelamaan, bisikan hati itu menguat.
Akhirnya, tanpa kita sadari, bisikan hati itu telah mewujud menjadi tindakan.
Dalam prosesnya, bisikan hati itu menguat menjadi
suara hati. Lalu, suara hati menjadi keinginan. Bila waktu dan kondisinya
sesuai, keinginan itu akan menjadi tindakan.
Oleh karena itu, orang yang senantiasa waspada
sangat berhati-hati menjaga hati. Ia tidak akan membiarkan bisikan-bisikan hati
yang liar terus berkeliaran, menyusup di antara berbagai celah yang ada. Begitu
bisikan-bisikan itu datang, ia langsung bertindak mengamankan hatinya. Ia
segera beristighfar, memohon ampun kepada Allah Ta’ala, sekaligus memohon
perlindungan-Nya.
Ia melakukan ini semua karena istighfar bisa
menjernihkan kembali hati dari noda-noda. Sementara, perlindungan Allah Ta’ala
diperlukan agar terhindar dari bisikan-bisikan lain yang jauh lebih halus –yang
sedikit demi sedikit, membangun kekuatannya, menghancurkan pertahanan hati
dengan serentak.
Orang yang waspada senantiasa berusaha kuat
membangun hubungan-Nya dengan Allah Ta’ala, kapanpun dan dimanapun. Ia sangat
paham karena setan selalu mengintai. Kelengahan sekejap akan dimanfaatkan betul
oleh setan. Ibarat domba yang asyik makan rumput, terlambat baginya untuk
menyadari, cakar harimau sudah menghujam kuat pada tubuhnya.
Salah satu perilaku yang dicintai oleh orang yang
waspada adalah diam. Jika perlu, ia juga menepi sejenak dari pergaulan. Ia
meraba kedalaman hatinya. Ia cek dengan sungguh-sungguh, seberapa virus hati
telah jauh menelusup hatinya. Ia susuri hatinya dengan seksama seakan-akan
menyusuri gang-gang kampung, dengan harapan ia menemukan kebersihan di sana.
Jeda sosialisasi ini dilakukannya setiap saat yang
mungkin. Ia tidak menunggu malam hari. Kapanpun bila mungkin, jeda itu pasti
ada. Ini pula yang membuatnya merasakan kembali kesegaran jiwa.
Orang yang waspada sangat menghormati orang-orang di
sekitarnya. Cara yang ditempuhnya adalah hati-hati. Karena iapun tidak ingin
orang lain terluka olehnya. Bila kesalahan itu terjadi, ia langsung meminta
maaf.
Ia juga berusaha keras menjaga diri dari berbagai
virus hati dalam pergaulan. Iri, topeng palsu, dan dusta merupakan sejumlah
contoh perilaku hati yang benar-benar ia hindari. Karena perilaku-perilaku hati
merupakan awal terjadinya perilaku buruk lainnya.
Hiburan yang berlebihan pun berusaha dikurangi. Bahkan,
ada yang sangat sensitif dengan hiburan. Begitu terdengar, hiburan itu langsung
dijauhinya. Bila memungkinkan, ia menghentikannya.
Sebagian hiburan memang halal. Setiap muslim boleh
melakukannya. Batasan hiburan inilah yang sangat perlu diperhatikan. Bila
keluar sedikit saja dari batasnya, hiburan ini dapat menimbulkan mudharat. Mati
hati itulah akhirnya, demikian Rasulullah SAW mengabarkan.
Orang yang senantiasa waspada memang terlihat aneh
di zaman gila ini. Akan tetapi, mereka yakin bahwa mereka tidak aneh di hadapan
Allah Ta’ala. Karena ini juga ditujukan untuk Allah Ta’ala.
Bagaimana dengan kita?
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)