Senin, 02 Januari 2012

Tetap Mandiri HIngga Usia Senja


Seorang ibu pernah berkata, “Jangan sampai kita memiliki perasaan bahwa sukses anak kita adalah disebabkan oleh kita.”
Beliau, dengan perkataan ini, menegaskan kepada kita bahwa kesuksesan anak bukanlah milik orang tua. Memang benar bahwa orang tua memberikan banyak hal –bahkan segalanya- untuk kesuksesan anak. Akan tetapi, hak menikmati tetaplah ada pada anak.
Adapun orang tua, apabila mendapatkan pemberian dari anak, itu merupakan karunia dari Allah SWT. Istilahnya bonus. Bukankah yang dicari orang tua adalah pahala dari Allah SWT di akherat nanti?
Ada di antara kita yang mungkin tidak setuju dengan pendapat sang ibu. Bukankah kewajiban anak untuk memberikan santunan kepada orang tua di masa senja?
Benar sekali, anak memiliki kewajiban menyantuni orang tua di masa senjanya. Akan tetapi, sangat baik bila hal ini berada di sudut pandang anak. Adapun di sudut pandang orang tua, kemandirian merupakan hal yang sangat perlu untuk dipupuk.
Paling tidak, orang tua dapat memahami bahwa anak memiliki kebutuhan yang juga besar guna membangun rumah tangga. Hal ini sama dengan yang mereka alami ketika berumah tangga dulu. Bila dipaksakan, rumah tangga anak bisa terganggu keuangannya.
Inilah tantangan kita selaku orang tua, yakni semangat dan upaya kemandirian hingga usia senja. Kita berharap tidak akan ada beban yang kita berikan kepada anak kita. Bila ada pemberian, itu bukan karena permintaan kita, tapi karena kesadaran dan besarnya cinta anak kita.
Kemandirian di usia senja –terutama finansial, sebagaimana kita ketahui adalah isu yang cukup hangat dibicarakan. Produk-produk asuransi hari tua, bekerja di bidang-bidang pekerjaan dengan pensiun hari tua, hingga kajian kebijakan negara tentang tunjangan hari tua merupakan sejumlah bukti kuat betapa isu ini menjadi perhatian berbagai kalangan. Masyarakat umum, akademisi, hingga pejabat negara semuanya terlibat dalam isu ini.
Pertanyaannya kemudian, apa yang sesungguhnya kita butuhkan agar kemandirian di usia senja dapat kita realisasikan?
Guna menjawabnya, kita bisa memulai perbincangan dengan menyebutkan sisi-sisi kehidupan manula yang kritis. Yang pertama, sebagaimana tadi telah disinggung, adalah finansial. Yang berikutnya adalah kesehatan. Yang ketiga adalah ingatan / fungsi kognitif.
Di aspek finansial, sebagian orang tua tidak siap dalam menyiapkan bekal hari tua. Perencanaan keuangan diabaikan. Akibatnya, masa tua diisi dengan kekurangan keuangan yang sangat berat.
Di aspek kesehatan, ada begitu banyak cerita tentang kesehatan manula yang mengalami penurunan kualitas secara signifikan. Manula yang tadinya sehat dan bugar, kini berpenyakit dan lemah. Ini diperparah dengan sedikitnya upaya manula mengantisipasi penyakit di usia senja. Ada pola hidup yang tidak sehat dan seimbang di masa muda.
Adapun di aspek ingatan / kognitif, manula sering mengalami kelupaan. Sebagian manula bahkan mengalami kelupaan yang parah. Mereka terkadang lupa tentang makan mereka, entah sudah atau belum.
Upaya mengantisipasi kesehatan dan keuangan yang berkurang di usia senja dapat dilakukan dengan perencanaan dan keseimbangan yang baik. Harapannya, semakin awal antisipasi dilakukan, semakin besar hasil yang bisa dicapai.
Demikian pula di aspek ingatan / kognitif. Antipasi dapat dilakukan dengan banyak membaca dan melakukan aktivitas-aktivitas kognitif secara terus menerus –seperti berdiskusi. Pengajian juga dapat menjadi salah satu sarananya.
Alhasil, sementara ini, kita dapat menyimpulkan bahwa semangat antisipatif dan antisipasi sejak awal merupakan jawaban fundamental terhadap masalah kemandirian di usia senja. Semoga, usia senja kita dapat kita jalani dengan bahagia, amin.
Wallahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar