Seorang
ibu pernah berkata, “Jangan sampai kita memiliki perasaan bahwa sukses anak kita
adalah disebabkan oleh kita.”
Beliau,
dengan perkataan ini, menegaskan kepada kita bahwa kesuksesan anak bukanlah
milik orang tua. Memang benar bahwa orang tua memberikan banyak hal –bahkan segalanya-
untuk kesuksesan anak. Akan tetapi, hak menikmati tetaplah ada pada anak.
Adapun
orang tua, apabila mendapatkan pemberian dari anak, itu merupakan karunia dari
Allah SWT. Istilahnya bonus. Bukankah yang dicari orang tua adalah pahala dari
Allah SWT di akherat nanti?
Ada
di antara kita yang mungkin tidak setuju dengan pendapat sang ibu. Bukankah kewajiban
anak untuk memberikan santunan kepada orang tua di masa senja?
Benar
sekali, anak memiliki kewajiban menyantuni orang tua di masa senjanya. Akan tetapi,
sangat baik bila hal ini berada di sudut pandang anak. Adapun di sudut pandang
orang tua, kemandirian merupakan hal yang sangat perlu untuk dipupuk.
Paling
tidak, orang tua dapat memahami bahwa anak memiliki kebutuhan yang juga besar guna
membangun rumah tangga. Hal ini sama dengan yang mereka alami ketika berumah
tangga dulu. Bila dipaksakan, rumah tangga anak bisa terganggu keuangannya.
Inilah
tantangan kita selaku orang tua, yakni semangat dan upaya kemandirian hingga
usia senja. Kita berharap tidak akan ada beban yang kita berikan kepada anak kita.
Bila ada pemberian, itu bukan karena permintaan kita, tapi karena kesadaran dan
besarnya cinta anak kita.
Kemandirian
di usia senja –terutama finansial, sebagaimana kita ketahui adalah isu yang
cukup hangat dibicarakan. Produk-produk asuransi hari tua, bekerja di
bidang-bidang pekerjaan dengan pensiun hari tua, hingga kajian kebijakan negara
tentang tunjangan hari tua merupakan sejumlah bukti kuat betapa isu ini menjadi
perhatian berbagai kalangan. Masyarakat umum, akademisi, hingga pejabat negara
semuanya terlibat dalam isu ini.
Pertanyaannya
kemudian, apa yang sesungguhnya kita butuhkan agar kemandirian di usia senja
dapat kita realisasikan?
Guna
menjawabnya, kita bisa memulai perbincangan dengan menyebutkan sisi-sisi
kehidupan manula yang kritis. Yang pertama, sebagaimana tadi telah disinggung,
adalah finansial. Yang berikutnya adalah kesehatan. Yang ketiga adalah ingatan
/ fungsi kognitif.
Di aspek
finansial, sebagian orang tua tidak siap dalam menyiapkan bekal hari tua. Perencanaan
keuangan diabaikan. Akibatnya, masa tua diisi dengan kekurangan keuangan yang
sangat berat.
Di
aspek kesehatan, ada begitu banyak cerita tentang kesehatan manula yang
mengalami penurunan kualitas secara signifikan. Manula yang tadinya sehat dan
bugar, kini berpenyakit dan lemah. Ini diperparah dengan sedikitnya upaya
manula mengantisipasi penyakit di usia senja. Ada pola hidup yang tidak sehat
dan seimbang di masa muda.
Adapun
di aspek ingatan / kognitif, manula sering mengalami kelupaan. Sebagian manula
bahkan mengalami kelupaan yang parah. Mereka terkadang lupa tentang makan
mereka, entah sudah atau belum.
Upaya
mengantisipasi kesehatan dan keuangan yang berkurang di usia senja dapat
dilakukan dengan perencanaan dan keseimbangan yang baik. Harapannya, semakin
awal antisipasi dilakukan, semakin besar hasil yang bisa dicapai.
Demikian
pula di aspek ingatan / kognitif. Antipasi dapat dilakukan dengan banyak
membaca dan melakukan aktivitas-aktivitas kognitif secara terus menerus –seperti
berdiskusi. Pengajian juga dapat menjadi salah satu sarananya.
Alhasil,
sementara ini, kita dapat menyimpulkan bahwa semangat antisipatif dan antisipasi
sejak awal merupakan jawaban fundamental terhadap masalah kemandirian di usia
senja. Semoga, usia senja kita dapat kita jalani dengan bahagia, amin.
Wallahu
a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar