Selasa, 10 Januari 2012

Menyiapkan Diri dalam Bertanya


Mari perhatikan orang-orang di sekitar kita. Mari kita saksikan dan amati cara-cara komunikasi mereka. Adakah yang menarik?
Sedikit agak mendalam, dapatkah kita mengamati bagaimana mereka mengajukan pertanyaan? Adakah orang yang menggunakan cara bertanya ala interogator –terus bertanya dengan terus menerus mendesak? Adakah orang yang menggunakan cara bertanya ala pengajar –yang bertanya untuk mengetahui kondisi dan tingkat pemahaman muridnya? Ataukah ada orang yang menggunakan cara bertanya ala jurnalis –yang terus menerus mengajukan pertanyaan secara mendalam?
Nah, sekarang, mari kita perhatikan cara kita sendiri dalam bertanya. Seperti apakah kita biasanya bertanya?
Sebagaimana kita ketahui, cara kita bertanya dapat menggambarkan perasaan –bahkan watak kita. Bukankah cara bertanya interograsi mencerminkan kecurigaan, yang otomatis membuat orang lain menggangap kita memiliki sedikit banyak kecurigaan kepadanya? Demikian pula, bila cara bertanya kita agak mendalam, orang biasanya berkomentar, “Kamu mau tahu saja!”
Oleh karena itu, ada baiknya kita mengatur diri kita sebelum bertanya. Kita perlu bertanya kepada diri kita terlebih dahulu, “Mengapa saya harus bertanya?”
Ada baiknya juga bila dilakukan pengamatan sebelum bertanya. Kita perlu tahu dan yakin bahwa yang ditanya sedang dalam kondisi siap menerima pertanyaan. Kesibukan, kesedihan, dan konsentrasi adalah kondisi-kondisi yang membuat seseorang sangat sulit diganggu. Akan tetapi, bila sangat terpaksa, kita mungkin bisa mengucapkan permintaan maaf sebelumnya. Kita berharap ini dapat menjadi pembukaan yang baik, sehingga mengurangi sedikit rasa tidak nyaman.
Hal lain yang penting adalah keterbukaan. Dengan kata lain, kita berusaha mengurangi praduga-praduga di dalam hati. Apalagi, praduga yang tidak memiliki bukti sedikitpun. Mengapa demikian? Adanya praduga membuat kita memiliki satu sudut pandang ataupun dugaan kuat, sehingga secara tidak sadar kita memiliki keinginan untuk membuktikan kebenaran dugaan kita. Ini berakibat pada adanya ‘pemaksaan’. Yang ditanya digiring untuk menjawab sebagaimana keinginan kita. Tentu saja, tidak semua orang suka. Akibatnya, sebuah masalah dapat lahir antara kita dan dia.
Kata-kata pertanyaan juga perlu dipilih sedemikian rupa. Bila kita memilih kata tanya yang sifatnya tertutup, kemungkinan besar kita menutup eksplorasi dalam komunikasi. Padahal, suatu hal biasanya memiliki sifat multiperspektif. Dengan pertanyaan terbuka, kita berharap dapat mengeksplorasi sesuatu secara mendalam, sehingga suatu hal dapat dipahami dengan utuh.
Intonasi suara mungkin satu aspek bertanya yang sering terabaikan. Memang benar, aspek budaya memberikan perbedaan yang cukup signifikan dalam komunikasi bertanya. Akan tetapi, secara umum, ada baiknya menjaga intonasi suara sedemikian rupa agar komunikasi dapat berjalan dengan penuh kenyamanan.
Well, kita mungkin perlu banyak bekal lagi dalam komunikasi bertanya. Selamat mencari ilmunya. Semoga Allah SWT memudahkan, amin.
Wallahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar