Mari perhatikan orang-orang di sekitar kita. Mari
kita saksikan dan amati cara-cara komunikasi mereka. Adakah yang menarik?
Sedikit agak mendalam, dapatkah kita mengamati
bagaimana mereka mengajukan pertanyaan? Adakah orang yang menggunakan cara
bertanya ala interogator –terus bertanya dengan terus menerus mendesak? Adakah
orang yang menggunakan cara bertanya ala pengajar –yang bertanya untuk
mengetahui kondisi dan tingkat pemahaman muridnya? Ataukah ada orang yang
menggunakan cara bertanya ala jurnalis –yang terus menerus mengajukan
pertanyaan secara mendalam?
Nah, sekarang, mari kita perhatikan cara kita
sendiri dalam bertanya. Seperti apakah kita biasanya bertanya?
Sebagaimana kita ketahui, cara kita bertanya dapat
menggambarkan perasaan –bahkan watak kita. Bukankah cara bertanya interograsi
mencerminkan kecurigaan, yang otomatis membuat orang lain menggangap kita
memiliki sedikit banyak kecurigaan kepadanya? Demikian pula, bila cara bertanya
kita agak mendalam, orang biasanya berkomentar, “Kamu mau tahu saja!”
Oleh karena itu, ada baiknya kita mengatur diri
kita sebelum bertanya. Kita perlu bertanya kepada diri kita terlebih dahulu,
“Mengapa saya harus bertanya?”
Ada baiknya juga bila dilakukan pengamatan sebelum
bertanya. Kita perlu tahu dan yakin bahwa yang ditanya sedang dalam kondisi
siap menerima pertanyaan. Kesibukan, kesedihan, dan konsentrasi adalah
kondisi-kondisi yang membuat seseorang sangat sulit diganggu. Akan tetapi, bila
sangat terpaksa, kita mungkin bisa mengucapkan permintaan maaf sebelumnya. Kita
berharap ini dapat menjadi pembukaan yang baik, sehingga mengurangi sedikit
rasa tidak nyaman.
Hal lain yang penting adalah keterbukaan. Dengan
kata lain, kita berusaha mengurangi praduga-praduga di dalam hati. Apalagi,
praduga yang tidak memiliki bukti sedikitpun. Mengapa demikian? Adanya praduga
membuat kita memiliki satu sudut pandang ataupun dugaan kuat, sehingga secara
tidak sadar kita memiliki keinginan untuk membuktikan kebenaran dugaan kita.
Ini berakibat pada adanya ‘pemaksaan’. Yang ditanya digiring untuk menjawab
sebagaimana keinginan kita. Tentu saja, tidak semua orang suka. Akibatnya,
sebuah masalah dapat lahir antara kita dan dia.
Kata-kata pertanyaan juga perlu dipilih sedemikian
rupa. Bila kita memilih kata tanya yang sifatnya tertutup, kemungkinan besar
kita menutup eksplorasi dalam komunikasi. Padahal, suatu hal biasanya memiliki
sifat multiperspektif. Dengan pertanyaan terbuka, kita berharap dapat
mengeksplorasi sesuatu secara mendalam, sehingga suatu hal dapat dipahami
dengan utuh.
Intonasi suara mungkin satu aspek bertanya yang
sering terabaikan. Memang benar, aspek budaya memberikan perbedaan yang cukup
signifikan dalam komunikasi bertanya. Akan tetapi, secara umum, ada baiknya
menjaga intonasi suara sedemikian rupa agar komunikasi dapat berjalan dengan
penuh kenyamanan.
Well, kita mungkin perlu banyak bekal lagi
dalam komunikasi bertanya. Selamat mencari ilmunya. Semoga Allah SWT
memudahkan, amin.
Wallahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar