Rabu, 25 Januari 2012

Kesadaran Spiritualitas


Ada gurat penyesalan yang jelas di wajahnya. Semangat dan ambisi yang tinggi terlihat meredup. Sakit yang menimpanya memang mengejutkan. Bukan hanya dirinya saja, orang-orang di sekitarnya juga merasakan hal yang sama.
Dia memang dikenal sebagai pimpinan yang penuh semangat dan ambisi. Seluruh gerak aktivitasnya diakui banyak orang sebagai langkah-langkah berani dan penuh energi. Penghormatan dan rasa segan pun disematkan padanya. Ketenaran juga melekat pada dirinya.
Akan tetapi, dirinya kini memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Perubahan itu hampir seratus delapan puluh derajat. Karena saat ini, ia sangat memperhatikan sesuatu yang dulunya dianggap biasa –sesuatu yang sebenarnya sangat fundamental dalam kehidupan ini.
Dia memang sedikit melalaikan kegiatan-kegiatan spiritual. Ibadah-ibadah yang seharusnya diperhatikan, diletakkan dalam prioritas yang cukup rendah. Adapun di prioritas pertama, ia meletakkan kegiatan-kegiatan profesionalnya –dan juga mimpi-mimpinya.
Kepada orang muda yang menengoknya, ia menyampaikan satu pesan. “Ingatlah kegiatan-kegiatan spiritual,” katanya. “Seringkali kita mengagungkan rasionalitas, dan mengabaikan kegiatan-kegiatan spiritual. Tapi, kita baru tersadar, manakala maut mulai terasa dekat.”
Kita mungkin setuju, dan mungkin juga tidak setuju dengan beliau. Karena ini urusan perasaan dan keyakinan. Pengalaman orang berbeda-beda. Kesimpulan yang dihasilkan pun dapat berbeda-beda.
Satu hal yang dapat kita sepakati adalah kepastian kematian dalam kehidupan manusia. Setiap orang pasti mati. Tidak ada satupun yang dapat menghindarinya.
Yang menjadi PR kita masing-masing adalah penyikapan yang tepat terhadap kematian. Disebutkan ‘penyikapan yang tepat’, karena ada penyikapan yang sangat salah. Sebagai misal, kita bisa mengajukan anggapan salah pada orang-orang yang bunuh diri. Bagi mereka, kematian adalah akhir dari segalanya. Tidak ada lagi rasa sakit, kecewa, dan hal-hal buruk lainnya. Tutup buku, mungkin itu anggapan mereka.
Padahal, kita tahu bahwa kematian bukan akhir segalanya. Bukan saja bagi yang mati, kematian juga bisa menjadi awal bagi yang hidup –yakni keluarga yang ditinggalkan. Bila kematian seseorang adalah kematian yang baik, maka nama keluarga dapat terangkat. Sebaliknya, bila kematiannya buruk, nama keluarga tentu akan tercoreng.
Sekarang ini, bagaimana bila kita fokus untuk mengingat orang-orang di sekitar kita? Mari membayangkan wajah-wajah mereka! Dapatkah kita membedakan orang-orang yang positif dan negatif? Bagaimana pandangan orang-orang positif terhadap kematian, dan bagaimana pandangan orang-orang negatif terhadap kematian?
Kita tentu memiliki gambaran. Kita pun dapat menyimpulkan bahwa orang-orang positif, –seperti apapun perbedaan pandangan di antara mereka, cenderung memiliki pandangan yang relatif positif terhadap kematian. Di sisi lain, pandangan positif terhadap kematian ini juga memberikan imbas yang cukup signifikan pada kehidupan mereka. Minimal, ada imbas pada kehidupan pribadinya.
Pada akhirnya, kitalah yang memilih, apakah kita akan meningkatkan spiritualitas kita ataukah hanya cukup dengan apa yang sudah ada. Yang pasti, kitalah yang akan menanggung semua konsekuensinya, dan kita pulalah yang akan mempertanggungjawabkannya.
Wallahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar