Kamis, 05 Januari 2012

Fleksibilitas dalam Hukum Allah Ta'ala


Salah satu kesedihan terbesar adalah keterpisahan karena kematian. Ini persis yang dirasakan perempuan itu. Wafatnya sang suami menorehkan duka yang mendalam, hingga tangis tak kunjung berhenti selama hari-hari duka itu.
Kedukaan itu semakin bertambah ketika salah seorang anggota keluarga besarnya menyinggung masalah waris yang harus segera dibagi. Argumentasi yang dikemukakan adalah pentingya menyegerakan hukum Allah SWT. Lagipula, sejumlah anak yang menjadi ahli waris sudah berkeluarga. Bila warisan sudah dibagi, anak-anak itu dapat menggunakannya sebagai modal untuk melanjutkan dan mengembangkan kehidupan keluarga masing-masing.
Memang benar, hukum Allah SWT harus disegerakan. Ketika saatnya telah tiba, hukum itu perlu direalisasikan. Penundaan dapat berakibat buruk. Waktu yang berlalu tidak otomatis menjadikan kewajiban gugur, bukan?
Di sisi lain, aspek inividual dapat menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan hukum Allah SWT. Hal ini dikarenakan setiap individu memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Penyamarataan merupakan tindakan yang kurang baik.
Sebagai misal, pasangan yang masih muda diharapkan tidak saling mencium pasangannya di Bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan syahwat keduanya masih cukup besar, hingga dikhawatirkan berakhir dengan hubungan badan. Adapun pasangan yang telah berusia lanjut, keduanya bisa saling mencium pasangannya. Asumsinya, pasangan yang berusia lanjut memiliki syahwat yang lebih kecil ketimbang yang masih muda.
Permisalan lainnya adalah kasus pasangan miskin yang besetubuh di Bulan Ramadhan. Rasulullah SAW tetap memvonis bahwa keduanya bersalah. Akan tetapi, Rasulullah SAW tetap memaklumi ketika mereka tidak memiliki sesuatupun untuk disedekahkan sebagai denda. Bahkan, Rasulullah SAW memberikan mereka kurma agar disedekahkan. Dikarenakan mereka paling miskin, Rasulullah SAW menetapkan bahwa kurma itu untuk mereka.
Ada fleksibilitas ternyata. Bayangan bahwa hukum Allah SWT kaku ternyata salah. Penetapan hukum itulah yang konsisten, sementara pelaksanaannya dapat memperhatikan waktu, tempat, serta individu yang bersangkutan.
Dengan demikian, kita bisa mempelajari dan sekaligus menjajagi kondisi individual seseorang sebelum memberikan penilaian. Bertanya mendalam, mengamati, serta bertanya melalui pihak ketiga merupakan instrumen-instrumen penting yang sangat perlu dilakukan. Selanjutnya, informasi yang terkumpul dapat membuat kita membuat pertimbangan-pertimbangan. Kita, pada akhirnya, insya Allah dapat membuat penilaian yang relatif lebih objektif dan akurat. penyikapan kita pun lebih proporsional. Orang yang dinilai juga lebih nyaman.
Sulitkah kita melakukannya? Semoga tidak.
Wallahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar