Seorang pria terburu-buru menuju shaf depan. Ia terlambat
mendatangi majelis Shalat Jum’at. Entah karena tidak tahu atau tidak sengaja,
ia melewati orang yang sedang shalat.
Kita yakin dia memiliki niat baik. Dia tentu ingin
shalat di shaf sedepan mungkin. Bahkan, jikalau bisa, ia shalat di belakang
imam.
Di sisi lain, kita prihatin dengan perilakunya yang
kurang hati-hati. Larangan seorang muslim melewati muslim lain yang sedang
shalat seharusnya diketahui dan dilaksanakan. Hal ini dikarenakan larangan ini
termasuk larangan yang keras. Rasulullah SAW lewat sabdanya sangat menekankan
hal ini.
Niat yang baik, dapat kita simpulkan, tidak
otomatis membebaskan berbagai cara. Selalu ada bingkai aturan pada caranya. Jika
memang tidak memungkinkan mencapai tujuan dari sebuah niat, ada baiknya
mengubah niat –sembari berharap bahwa tujuan yang diniatkan ini akan terwujud
di kemudian hari.
Kita bisa bayangkan peristiwa apa saja yang akan
terjadi bila tujuan baik membebaskan berbagai cara. Hasilnya mungkin tercapai,
tetapi peristiwa-peristiwa buruk bisa sangat mudah ditemukan pada prosesnya.
Alhasil, cara kita mencapai sesuatu perlu ditinjau.
Selama ini, tanpa disadari, kita mungkin telah melakukan banyak hal yang salah
meskipun niat kita sangat mulia. Bila kita berniat baik, tetapi banyak hal
buruk yang terjadi bersama dengan pelaksanaan niat kita ini, bisa jadi cara
kita telah salah –sekecil apapun kesalahannya.
Kita bisa mengakui hal ini dengan besar hati. Kita berharap
ada perbaikan di tahap selanjutnya. Kita bisa belajar kembali, merenungkan
kembali, lalu menemukan cara-cara baru yang lebih benar dan proporsional.
Mengubah kebiasaan memang sulit. Akan tetapi,
selalu ada jalan dalam niat yang kuat. Kita bisa memilih dan memilah cara baik
yang bisa kita tempuh. Selanjutnya, kita bisa menetapi jalan perubahan setahap
demi setahap.
Mengapa setahap demi setahap? Karena hidup ini
penuh dengan tahapan. Anak kecil perlu sejumlah tahapan sebelum mencapai
kedewasaan. Biji yang kecil dan kelihatan tidak berarti perlu waktu
bertahun-tahun untuk tumbuh menjadi pohon yang kokoh.
Allah SWT juga mengajarkan kita untuk menjalani
hidup ini dengan tahapan-tahapannya. Minimal, kita mengetahui bahwa Allah SWT
menciptakan langit dan bumi dalam waktu beberapa hari. Tentu saja, Allah SWT
bisa menciptakan dalam waktu sekejap. Akan tetapi, manusia mungkin perlu
diajari langsung lewat peristiwa, sehingga lebih meresap.
Pada akhirnya, kita bisa membuka mata dan telinga
kita lebar-lebar. Sehingga, kita bisa mendengar dan melihat cara-cara baru
dalam kehidupan kita. Lalu, kita bisa memilahnya dan menjalankan yang terbaik. Dengan
demikian, kita bisa berharap, hidup kita akan semakin baik, dan akan berakhir
pula dengan baik.
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar