Rabu, 07 Desember 2011

Tiga Dimensi Pembuatan Keputusan


Dalam membuat keputusan, sadar atau tidak sadar, kita mempertimbangkan tiga dimensi. Pertama, ada dimensi masa lalu. Paling tidak, kita sering menggunakan pengalaman masa lalu sebagai pertimbangan, baik pengalaman sendiri ataupun orang lain. Kedua, ada dimensi masa kini. Bukankah keputusan diambil sekarang dan di sini? Ketiga, ada dimensi masa depan. Benar sekali, karena sebuah keputusan memiliki dampak yang terkadang cukup bermakna di masa depan.
Dari hal yang kecil hingga besar, kita menggunakan ketiga dimensi ini. Sebuah contoh adalah membeli baju. Kita mempertimbangkan pengalaman membeli baju di sebuah toko. Jika menyenangkan, kita akan kembali ke toko itu. Bila tidak, kita tidak akan kembali. Kita juga mempertimbangkan perkembangan fashion masa kini. Kita khawatir seandainya baju yang kita pilih tidak up to date. Kita juga sangat perhatian pada kemungkinan tubuh kita melar, hingga terkadang membeli baju yang ukurannya lebih besar dari ukuran  badan kita saat ini.
Bagaimana dengan memilih jodoh? Ada kemungkinan kita akan sepakat bahwa perlu banyak hal yang dipertimbangkan. Selain ketiga dimensi yang sudah disebutkan, dimensi-dimensi lain juga diperhatikan. Selain pengalaman masa lalu dan kemungkinan masa depan, kita juga akan mempertimbangkan aspek kesukuan, keluarga, dan lain sebagainya.
Dikarenakan tiga dimensi ini sangat penting, ada baiknya kita terus mengembangkan kapasitas kita di ketiganya. Aspek pengalaman, misalnya, dapat dibangun dengan mempelajari sejarah bangsa-bangsa. Pengalaman-pengalaman mereka –baik positif maupun negatif- dapat dijadikan referensi penting, terutama bila konteks kondisi kita saat ini tidak jauh beda dengan masa lalu. Seorang sejarahwan, Ibnu Khaldun, menyatakan pentingnya ilmu sejarah. Apalagi bagi seorang pengambil keputusan, sejarah menjadi lebih penting lagi.
Mengamati dan mempelajari kemajuan suatu bangsa dapat dikategorikan sebagai upaya meningkatkan kapasitas pengalaman. Melihat –baik langsung maupun tidak- serta mengambil hikmah kemajuannya dapat mengantarkan kita memiliki kemampuan strategis, yakni sekumpulan ide untuk melakukan pengembangan atas diri maupun lingkungan kita.
Selanjutnya, meningkatkan kapasitas dimensi masa kini. Kita dapat melakukannya dengan meningkatkan akurasi kita dalam menilai diri atau lingkungan kita. Ibarat membuat baju, kita perlu memastikan ukurannya pas sesuai harapan kita. Ukuran yang terlalu besar atau kecil, keduanya sama-sama membuat kita tidak nyaman.
Ada banyak metode yang diperkenalkan untuk dapat menilai diri secara akurat. Sebagai misal, ada model SWOT dan 4C’s diamond. Masing-masing model memiliki spesifikasi tersendiri, tergantung kebutuhan saja.
Menilai diri secara akurat sangat penting. Karena inilah pijakan kita dalam mengambil keputusan dan tindakan. Apapun yang akan kita lakukan, tidak mungkin kan melebihi kemampuan yang ada?  
Terakhir adalah dimensi masa depan. Ya, benar, keberlanjutan sebuah keputusan sangat penting diperhatikan. Istilahnya adalah ‘sustainability’, yakni sebuah upaya agar keputusan masa kini dapat berdampak pada pembuatan keputusan yang lebih mudah di masa depan. Kita tidak berharap keputusan masa kini direvisi di masa depan. Bukan berarti tidak boleh ada revisi keputusan, tetapi revisi keputusan seringkali menunjukkan visi yang lemah. Hal ini dapat mengurangi kredibilitas di mata publik. Adapun keberlanjutan keputusan, selain mempermudah pekerjaan, juga mempermudah impelementasi visi.
Well, ada kata ‘visi’ di sini. Mungkin ada yang bisa menjelaskan maknanya?
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar