Jumat, 09 Desember 2011

Membangun Mental Belajar, Bersiap Menghadapi Masalah


Seorang istri mengalami kecelakaan. Ia terluka, dan juga ketakutan. Badannya gemetar. Ia semakin ketakutan karena sang suami sedang berada di tempat lain.
Tak lama berselang, sang suami datang. Sang suami lalu berusaha menenangkan dirinya. Tangannya digenggam lembut. Akan tetapi, alih-alih merasakan ketenangan, ia malah meringis kesakitan.
Ternyata tangan sang istri terluka. Sang suami pun merasa sedikit bersalah. Seharusnya, ia bertanya dan menelusuri kondisi istrinya secara komprehensif. Dengan demikian, ia tidak salah mengambil tindakan.
Sebagian kita sering begitu –paling tidak penulis, kurang memberikan perhatian dan waktu yang cukup untuk mengumpulkan seluruh informasi kondisional sebelum bertindak. Sebagian Kita sering menyamakan setiap kondisi, bahkan mengandalkan insting dan pengalaman-pengalaman yang tidak matang. Dengan cerobohnya, sebagian kita berpendirian bahwa yang dilakukan pasti benar –atau mendekati kebenaran.
Sebagian kita sering lupa bahwa sebuah kondisi terkadang memiliki unsur-unsur yang berbeda dengan kejadian yang hampir mirip. Sebagai misal, ada dua kecelakaan dengan akibat luka yang sama. Satu terjadi di pegunungan, sementara satunya di daerah perkotaan. Pasti berbeda, bukan?
Pengetahuan dan kesabaran, mungkin itulah dua kata kunci dalam memperoleh informasi akurat sebelum bertindak. Pengetahuan mengantarkan kita untuk memahami unsur-unsur / faktor-faktor apa sajakah yang perlu diteliti dalam sebuah kondisi. Sementara kesabaran memberikan kita jaminan untuk lebih teliti dalam melakukan pengamatan.
Dalam hal ini, tidak ada salahnya seseorang mempersiapkan diri sebelum datang kondisi yang sulit. ia bisa menambah berbagai referensi pengetahuan, plus persiapan sabar.
Di antara keduanya, manakah yang paling sulit? Mungkin kita sepakat, sabar itulah yang paling sulit. Meskipun demikian, kalau kita kaji lebih dalam, sabar dan sedikitnya pengetahuan memiliki satu akar yang sama. Yakni, adanya perasaan cukup dengan pengetahuan yang sedikit.
Tanpa adanya pengembangan ilmu pengetahuan, kita cenderung statis dalam menghadapi masalah. Setiap masalah, solusinya itu-itu saja. Akhirnya, masalah tidak selesai, dan kita semakin gusar. Akhirnya, kesabaran pudar. Dan untuk menutupi kekurangan kita, kita sering bersikap negatif terhadap masukan orang lain. Bahkan, kita sering memperlakukan orang yang solutif dengan cara yang buruk.
Tanpa sadar, karakter kita ikut-ikutan statis. Pengetahuan dan mentalitas kita mandeg. Kita pun terhambat dalam pengembangan kemampuan menyelesaikan masalah, sekaligus dapat menghambat orang lain yang juga ikut menyelesaikan masalah.
Inilah tantangan kita untuk terus belajar. Istilah keren-nya, mentalitas belajar. Adakah mentalitas ini terus ada dalam diri kita sepanjang hayat? Ataukah berhenti seketika bersamaan berhentinya kita belajar di bangku pendidikan formal?
Mmm…kapan-kapan, kita berdiskusi tentang mentalitas belajar ya?
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar