Senin, 12 Desember 2011

Mengembangkan Mental Pembelajar

Seorang bayi telah lahir. Segenap keluarga besar menyambut dengan gembira. Mereka bersyukur kelahiran dapat berlangsung dengan baik. “Semoga menjadi awal yang baik”, demikian doa mereka.
Bayi itu lalu tumbuh. Ia melalui sejumlah tahapan hidup sebelum dapat disebut ‘anak kecil’. Ada tahapan tengkurap, merayap, merangkak, berdiri, dan juga berjalan.
Semuanya dilalui dengan upaya yang besar dari si bayi mungil. Ia juga pantang menyerah.  Apalagi, ketika melalui masa berdiri. Ia jatuh berkali-kali, tapi terus mencoba berdiri.
Sejumlah motivator sering menjadikan bayi sebagai contoh pantang menyerah. Mereka sering menyampaikan pertanyaan, “Apa yang terjadi bila si bayi mungil menyerah untuk berdiri?”
Tanpa bermaksud ikut-ikutan, mari kita ajukan kembali pertanyaan itu, “Apa yang terjadi bila si bayi mungil menyerah untuk berdiri? Akankah ia bisa berdiri ketika dewasa?”
Inilah mungkin yang disebut dengan mental pembelajar. Ada keinginan keras, sikap pantang menyerah, dan sekaligus keyakinan akan tercapainya tujuan. Rasa sakit yang ada tidak menjadi kendala berarti. Apalagi, bila ia menerima motivasi, ia akan segera bangkit dan berupaya lagi.
Mental pembelajar juga menumbuhkan evaluasi diri. Setiap kesalahan akan dipelajari dengan baik. Apa yang menyebabkannya, itu yang akan dihindari. Dengan demikian, tidak akan lagi kesalahan yang sama.
Masalahnya, mental pembelajar bisa hilang. Tidak langsung hilang, memang, tapi mental pembelajar berkurang sedikit demi sedikit. Padahal, bila modal penting dari Yang Kuasa ini berkurang, keinginan untuk terus meningkatkan kualitas hidup juga akan berkurang.
Mungkinkah kita masih ingat bentakan orang dewasa ketika kita –yang masih kecil waktu itu- melakukan kesalahan? Bagaimana rasanya?
Ketakutan, kegelisahan, rasa tertekan, adalah sejumlah perasaan negatif yang dapat mengikis mental pembelajar. Apalagi, bila semua perasaan negatif itu dirasakan setiap saat oleh seorang anak manusia –baik yang masih kecil maupun yang sudah dewasa.
Bagi yang masih kecil, mental pembelajar ditumbuhkan dengan penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman. Hal ini dikarenakan anak kecil belum memiliki sejumlah kemampuan untuk mengolah mentalitas dirinya.
Sementara bagi yang sudah besar, mental pembelajar ditumbuhkan dengan penumbuhan rasa aman dan nyaman dalam dirinya. Bahkan, dapat dikatakan, setiap orang dewasa wajib menciptakan lingkaran aman dan nyaman dalam dirinya. Sehingga, seberat apapun tekanan yang ada, dia tetap dapat melaluinya.
Kewajiban bagi orang dewasa ini dilandasi pemahaman bahwa orang dewasa sudah memiliki kemampuan –minimal kemampuan dasar- untuk menciptakan rasa aman dan nyaman dalam dirinya. Ia dianggap telah melalui sejumlah pengalaman hidup yang memungkinkan untuk itu.
Rasa aman dan nyaman ini agak berbeda dengan keberanian. Rasa aman dan nyaman diawali dengan penerimaan akan diri sendiri, dan diekspresikan dengan sikap tenang. Adapun keberanian diawali dengan penaklukan rasa takut, dan diekspresikan dengan kesiapan berhadapan dengan suasana yang penuh ketakutan.
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar