Besi perlu dijaga dan dirawat terus menerus. Ini dilakukan
untuk mencegah karat. Biayanya relatif lebih murah ketimbang mengembalikan besi
ke sedia kala, jika besi telah berkarat. Ini sesuai sekali dengan motto, ‘mencegah
lebih baik daripada mengobati’.
Sebagian orang memang cenderung abai pada
perawatan. Bila belum terlihat tanda-tanda kerusakan, biasanya mereka diam
tanpa tindakan. Padahal, bila tanda-tanda sudah terlihat, upaya perbaikan
cenderung lebih berat. Sekali lagi, energi dan biaya yang diperlukan jauh lebih
banyak.
Kesibukan harian sering menjadi alasan. Ini
mengalahkan pengetahuan dan pemahaman mereka akan pentingnya perawatan. Praktek
memang sering berbeda dengan pengetahuan.
Kita juga tahu bahwa perawatan jiwa jauh lebih
rumit ketimbang merawat benda. Minimal, benda dapat diindera dengan mudah. Kulit
bisa meraba, mata bisa melihat, dan hidung bisa mencium. Ada juga lidah yang
bisa merasa dan telinga yang bisa mendengar. Sementara itu, jiwa memiliki
sinyal-sinyal halus. Getarannya sangat lembut. Setiap orang perlu kepekaan yang
luar biasa guna merasakannya.
Begitu tingginya kepekaan yang diperlukan guna
merasakan getaran jiwa, banyak orang yang abai. Mereka baru terkaget ketika
kondisi jiwa telah jauh berubah, jauh dari yang mereka bayangkan. Merekapun
hampir kehilangan daya dan harapan untuk membenarkan jiwa yang telah melenceng
jauh.
Inilah yang membuat orang-orang terpilih begitu
waspada pada getaran jiwa. kepekaan senantiasa dijaga. Berbagai amalan
dilakukan. Meski berat, mereka tetap bersemangat. Karena mereka yakin inilah
jalan terbaik agar getaran jiwa dapat senantiasa dideteksi. Sehingga, bila ada
sedikit saja penyelewengan, jiwa bisa dibenarkan dengan segera.
Amalan-amalan yang dilakukan mencakup berbagai
aspek kedirian. Akal, emosi, dan fisik, semuanya diarahkan. Akal diarahkan pada
pemikiran yang benar. Sedikit saja ada pemikiran salah, akal langsung
diluruskan. Emosi juga diasah, minimal kesabarannya. Segala sesuatu yang
memancing amarah disikapi dengan penuh kedewasaan. Terkadang, ada kegagalan. Akan
tetapi, pengulangan terus diupayakan. Demikian juga dengan fisik, terkadang
kebutuhannya ditahan. Lapar dijalani dengan penuh keikhlasan. Libido dikelola
dengan penuh kesadaran. Sakit disikapi dengan penuh ikhtiar.
Orang-orang terpilih ini senantiasa melakukan ini
semua. Mereka proaktif, tidak menunggu tanda-tanda rusaknya jiwa. Karena mereka
sangat sadar bahwa mereka hamba yang lemah. Sementara itu, setan senantiasa
menunggu saat lengahnya hamba.
Seluruh alam ini akan teratur dan tenang selama
dalam ketentuan-Nya. Penyelewengan sedikit saja akan melahirkan sejumlah
masalah sistemik. Bukankah akan merepotkan bila matahari bergeser 1 km saja
dari tempatnya semula?
Manusia adalah wakil Allah Ta’ala di muka bumi. Sedikit
saja ia bergeser dari ketentuan-Nya, dengan membiarkan jiwa dalam kesesatan, berarti
membiarkan masalah muncul dan mempengaruhi bumi dan seisinya ini. Masalahnya
kemudian, berapa banyakkah manusia yang senantiasa waspada dengan jiwanya? Dan,
apakah kita termasuk di dalamnya?
Wallaahu a’lam bishshawaab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar