Ia begitu dihormati dan disegani. Setiap orang yang
mengenalnya, memang, meragukan dirinya di awal perjumpaan. Akan tetapi, setelah
sekian waktu berlalu, keraguan itu berubah.
Ia memang begitu sederhana. Wajah, postur tubuh,
penampilan, dan juga kata-katanya standar-standar saja. Sebagian orang bahkan
menganggap dirinya begitu polos.
Lalu apakah yang membuatnya begitu istimewa? Hanya
satu saja yang membuatnya istimewa. Ia selalu menghindari banyak berbicara dan
berkomentar tentang orang lain. Di depan maupun di belakang yang bersangkutan,
ia lebih banyak diam. Jikalau mungkin, ia lebih banyak memberikan pujian.
Ia sadar bahwa setiap komentar tentang orang lain
dapat memberikan dampak yang besar. Dampak itu berimbas pada dirinya dan
orang-orang di sekitarnya. Pada dirinya, lama-kelamaan, ia menjadi kurang mawas
diri. Kepekaan terhadap diri sendiri menjadi berkurang. Pada akhirnya, ia dapat
menjadi sombong, takjub pada dirinya sendiri. Adapun pada orang lain di
sekitarnya, dampak yang nyata adalah rasa tidak aman. Orang-orang di sekitarnya
takut bahwa mereka akan menjadi obyek gunjingan suatu saat nanti. Bukankah selalu
ada peluang untuk itu?
Ia pun jarang memberikan komentar atas
ucapan-ucapan orang lain. Akan tetapi, sungguh, ia sangat kritis dan cerdas. Ia
hanya menghindari mempermalukan orang lain. Apabila benar-benar diperlukan,
kritik yang ia sampaikan sangat cerdas dan mengandung humor. Orang yang
dikritik pun merasakan bahagia.
Di sisi lain, ia sangat kuat dalam tindakan. Ia mengusahakan
disiplin yang keras pada dirinya. Berbagai perilaku dan upaya baik dilakukan
secara konsisten. Ia juga berusaha membantu orang lain –tentu saja, dengan
kemampuan yang ada.
Maaf merupakan kata yang selalu ia ucapkan. Ia juga
rajin mengucapkan terima kasih atas kebaikan orang lain. Ia sadar bahwa dirinya
hanyalah manusia biasa yang membutuhkan banyak bantuan orang lain. Sedikit saja
ia terlupa akan kesalahan dan hutang budinya, ia merasakan kegalauan yang
sangat berat.
Adapun kepada orang lain, ia begitu sabar. Maafnya begitu
luas. Sekali orang lain menyampaikan maaf kepadanya, ia langsung memaafkan. Ia sadar
bahwa dirinya hanyalah manusia biasa. Bila Allah Ta’ala Yang Maha Kuasa saja
memberikan maaf yang luas, bagaimana dengan dirinya yang penuh ketergantungan
pada pihak selain dirinya?
Ia begitu khusyu’ dalam shalatnya. Iapun begitu
serius dalam tafakkurnya. Ia senatiasa berdoa agar Allah Ta’ala menjadikan
dirinya sebagai hamba yang banyak bekerja. Adapun berkata-kata, ia lebih banyak
menyerahkan pada ahlinya.
Ia adalah hamba yang senantiasa merendahkan diri di hadapan Tuhannya. Mungkin, ia adalah salah satu dari kita.
Ia adalah hamba yang senantiasa merendahkan diri di hadapan Tuhannya. Mungkin, ia adalah salah satu dari kita.
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar