Kita
sering bertemu atau menemukan orang-orang yang sudah berusia lanjut. Dalam
ketuaan yang sama-sama mereka jalani, mereka memiliki jalan yang berbeda-beda. Minimal,
di aspek ibadah, ada yang tambah taat kepada ajaran agama dan ada pula
yang tambah jauh.
Menilik
masa lalu, kita akan mendapatkan data bahwa sebagian mereka memang sudah taat
selagi muda. Kini, mereka tinggal melanjutkan. Bahkan, ada yang semakin baik
ketaatannya.
Ada
pula yang masa lalunya buruk, tapi kini bertaubat. Mereka menjadi insan yang
baik. Kebaikannya tidak hanya di masjid, tapi pula di rumah dan tempat-tempat
publik. Mereka menyebarkan kebaikan di mana-mana.
Ada
pula orang tua yang dari dulu hingga sekarang memiliki catatan perilaku yang
buruk. Ada saja keburukan mereka. Bisa jadi, keburukan itu mewujud dalam emosi
yang meluap-luap, ataupun nafsu yang terarahkan sembarangan.
Mungkin,
yang paling menyedihkan adalah masa lalu baik yang diakhiri dengan buruk. Di masa
lalu, seseorang begitu baik. Ya, ia baik dalam banyak aspek. Akan tetapi,
seiring waktu, dengan berbagai faktor, ia terjebak dalam keburukan perilaku.
Inilah
tantangan konsistensi: mempertahankan segala sesuatu yang baik dari awal hingga
akhir. Inipun berat, sebagaimana diakui dan dinyatakan banyak orang. Ini
jugalah yang sering dikeluhkan. Minimal, ada perkataan, “Mendapatkan lebih
mudah ketimbang mempertahankan.”
Lalu,
bagaimanakah kita mempertahankan konsistensi?
Ada
satu resep dari Rasulullah SAW. Dalam salah satu haditsnya, sebagaimana
diriwayatkan Bukhari Muslim, beliau bersabda, “Amal yang paling dicintai Allah
adalah yang paling konsisten, walaupun sedikit.”
Nah,
kita menemukan kata-kata ‘walaupun sedikit.’ Maknanya, ada baiknya kita memulai
segala sesuatu dari kecil. Lalu, kita merawatnya. Sehingga, yang kita rawat
akan terus dan terus membesar. Seiring waktu, tanpa terasa, yang kita rawat
telah kokoh –bahkan menyatu dengan diri kita.
Ini
juga memberikan satu arahan kepada kita. Ya, hasrat terburu-buru untuk langsung
besar memang sangat menggoda. Bila kita terhanyut dalam hasrat ini, kita perlu
siap-siap terhanyut dalam ketidakkonsistenan. Bukankah sangat berat mengatur
arus air yang besar, ketimbang memperbesar arus air perlahan-lahan?
Di titik
ini, kitapun menyadari satu hal: pengendalian diri. Berbagai keinginan yang
menghantui pikiran perlu diatur, ditata, dan diprioritaskan. Kita bisa saja meraih
banyak hal. Insya Allah, ini hanyalah masalah waktu. Seiring waktu berjalan,
dengan pengaturan yang baik, kita dapat meraih segalanya.
Sungguh,
akan ada kesedihan manakala konsistensi kita kalah, runtuh pula yang
dipertahankan. Sebelum itu terjadi, bisakah kita lebih mengendalikan diri?
Wallaahu
a’lam bishshawaab. (dufo abdurrohman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar