Seseorang yang terbiasa hidup sederhana akan
bersikap biasa saja bila harus makan seadanya. Bahkan, ia akan tetap sabar
manakala hanya makan sekali dua kali setiap harinya. Baginya, sesedikit apapun
makanan yang ada, itu haruslah disyukuri.
Ini tentu saja berbeda bila terjadi pada orang yang
terbiasa hidup enak dan serba berlebih. Penyikapannya akan cenderung negatif. Hanya
orang-orang khusus saja –dengan karunia Allah Ta’ala- yang akan berlapang dada
dengan situasi yang ada.
Kita bukannya dilarang hidup enak dan berkecukupan,
bahkan berlebihan sekalipun. Kita diperbolehkan untuk meraih itu semua. Yang perlu
digarisbawahi adalah pentingnya kekuatan jiwa dan kebeningan hati kita, sehingga
kita santun dalam kenikmatan dan sekaligus percaya diri dalam kesengsaraan yang
ada.
Kita perlu mengangkat hal ini. Karena ada begitu banyak
fenomena buruk terpampang di depan mata kita. Sebagian fenomena itu lahir dari kekalahan
menghadapi kenikmatan, sebagian lainnya karena kemiskinan dan kesengsaraan yang
mendera.
Kenikmatan dan kesengsaraan adalah dua arus yang
siap menghayutkan siapapun dalam kehidupan ini. Mereka yang belum pernah
merasakan kenikmatan, lalu mendadak mendapat kenikmatan, biasanya mengalami
keterkejutan yang luar biasa. Alhasil, mereka ingin menunjukkan dan memamerkan
seluruh kenikmatannya kepada orang lain. Mereka sangat berhasrat untuk dianggap
ada / eksis. Di sisi lain, orang-orang yang terbiasa dengan kenikmatan akan
mengalami kesulitan yang luar biasa manakala terjerembab dalam kesengsaraan. Alhasil,
mereka mencela hidup, bahkan mencela Allah Ta’ala.
Bila kita memiliki kekuatan jiwa dan hati yang
bersih, semua fenomena yang ada tentu disikapi biasa saja. Kekayaan akan
disikapi dengan syukur yang diwujudkan dengan banyak memberi. Sementara kesengsaraan
akan disikapi dengan sabar yang diwujudkan dengan banyak istighfar.
Selain itu, dengan semua bekal yang ada, kita akan senantiasa
siap menerima berbagai perubahan hidup. Kita tahu, paham, dan meyakini bahwa
hidup ini diatur oleh-Nya. Kita hanya berjalan di jalan yang dibuatkan
oleh-Nya. Manakala ada situasi yang berbeda dengan yang kita bayangkan, kita
pasrahkan segalanya pada-Nya. Karena kita juga berkeyakinan bahwa Allah Ta’ala
hanya memberikan yang terbaik untuk kita semua.
Kesabaran selalu dibutuhkan dalam membangun
kekuatan jiwa dan kebeningan hati. Karena waktu yang ditempuh sangat panjang. Pilihannya
ada pada diri kita: Akankah kita mengayunkan kaki kita sekarang agar tujuan
segera tercapai, ataukah kita selalu menggerutu atas panjangnya perjalanan yang
harus ditempuh?
Wallaahu a’lam bishshawaab. (dufo abdurrohman)