Selasa, 12 Juni 2012

Memilih Pola Keseimbangan Hidup

Sebuah teori psikologi menyatakan bahwa motivasi terbesar manusia adalah kebutuhan biologisnya. Kebutuhan makan, minum, dan seks merupakan penggerak manusia paling kuat dalam bekerja dan aktivitas lainnya. Hal-hal yang berhubungan dengan spiritual merupakan motivasi tingkat berikutnya. Kemunculannya hanya terwujud bila kebutuhan biologisnya terpenuhi.
Teori ini tentu saja ditolak sebagian pakardan ulama. Karena teori ini menempatkan manusia di posisi yang hampir setara dengan hewan. Padahal, bukankah akal dan rohani manusia telah mewujud dalam banyak peradaban tingkat tinggi? Dan bukankah ada begitu banyak kejadian yang terwujud karena motivasi non-biologis?
Di sisi lain, kita bisa menggunakan teori ini sebagai bagian evaluasi diri. Tanpa kita sadari, kita mungkin menempatkan kebutuhan biologis sebagai motivasi tertinggi dalam hidup kita. Indikasinya, kita hanya akan bergerak dan beraktivitas manakala gerakan atau aktivitas itu menguntungkan kita secara ekonomis.
Kita mengakui bahwa kita –terutama para bapak- memiliki kewajiban untuk menanggung keluarga. Jalannya lewat pencarian nafkah. Bekerja, dengan begitu, adalah kewajiban yang harus ditunaikan.
Dalam hal ini, kita perlu menetapkan rambu-rambu apa sajakah yang harus kita perhatikan agar tidak terjebak dalam manusia biologis. Mungkin, kita perlu memilah manakah yang termasuk aktivitas profit dan mana yang sosial. Alternatif lain, kita mungkin perlu mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dan diinfakkan sebesar-besarnya –terutama untuk aktivitas sosial keagamaan di sekitar kita. Yang lainnya, mungkin, kita menetapkan waktu yang tegas untuk melakukan aktivitas ekonomis dan sosial keagamaan.
Alternatif manapun yang kita pilih, kita sebenarnya bisa merasakan batas-batasnya. Ya, ketika perasaan kita terasa jenuh, pikiran kita keruh, hati kita terasa keras –dengan indikasi mudah emosional, dan hidup kita terasa membosankan, inilah saat kita perlu berhenti. Karena bila diteruskan, kita akan melewati batas kemampuan kemanusiaan kita. Bila kita nekat menyeberang batas ini, kita akan kehilangan hal-hal baik sebagai seorang manusia.
Di titik ini, kita telah menemukan satu hal yang sangat penting: Allah Ta’ala memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih, pola hidup seimbang mana yang kita jalani. Karena setiap kita, sebagaimana kita pahami dan akui, memiliki kapasitas sendiri-sendiri. Yang penting, kita selalu menuju-Nya dengan cara-cara yang diajarkannya, dan kita siap dengan konsekuensi-konsekuensi yang harus kita tanggung.
Wallaahu a’lam bishshawab. (dufo abdurrohman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar